HALO...........TEMAN-TEMAN!
SEKOLAHKU TERCINTA

Aku masih menangis sekeras-kerasnya. Apa yang ada di sampingku kujadikan sasaran. Bantal, guling didekatku sudah berapa kali kulempar-lemparkan ke lantai. Kalau tak diambil ibu, temboklah yang jadi sasaran tanganku. Rasa sakit ditanganku tak kurasakan. Karena aku sedang melampiaskan amarahku yang teramat sangat.
"Sudahlah, En, tak usah kau menangis. Semuanya sudah berlalu. Kalau mau, tahun depan kau berusaha lagi. Ibu yakin kau pasti diterima. Akan tetapi kalau tak mau, mendaftarlah saja ke SMP swasta besok. Menurut ibu, SMP Nusantara merupakan SMP swasta yang baik dikota kita ini." Itulah kata-kata ibu yang kudengar diantara tangisku yang kian lama menjadi-jadi.
Aku tak menggubris kata-kata ibu. Sangat heran, mengapa aku tak diterima di SMPN II? Sejak semula, aku bercita-cita untuk sekolah di SMPN II. Akan tetapi, kenyataan sangat mengecewakan. Aku tak diterima. Padahal Shanti anak bodoh dan sombong itu dapat diterima. Sementara, Toto anak yang terkenal nakalnya itu juga diterima. Namun, dibalik semua itu, mereka anak orang kaya.
Mungkinkah mereka membeli nilai dengan sebagian hartanya?
Hmmm, jadi hasil pikiranku digaet oleh orang-orang yang malas berpikir tetapi bisa membeli nilai? Tiba-tiba aku menjadi sadar. Aku berlari kedapur mencari ibu.
"Bu, maafkan Eni yang tadi telah meyampakkan kata-kata Ibu," kataku bergetar dan terisak-isak.
"Ibu memaafkanmu, Eni, dan besok mendaftarlah ke SMP Nusantara itu. Ibu senang kau mau insyaf,"kata Ibuku.
Kupeluk erat-erat Ibuku yang begitu agung dan sabar." Ya, Bu, sa....sa.....saya insyaf," kataku lirih tersendat-sendat.
"Berapapun biayanya, Ibu dan Ayah masih sanggup membiayaimu. Asalkan kau betul-betul rajin belajar dan patuh pada orang tua maupun pada Bapak-Ibu guru," tutur Ibu.
Aku tersenyum. Ibu pun tersenyum terharu." Istirahatlah sekarang," perintah Ibu.
Sore harinya, aku kerumah Rini, temanku. Rini itu anak yang baik, ramah-tamah, pandai lagi.
"Selamat Sore, Rin,"sapaku
" Hai, kau Eni. Tumben mau main kerumahku," katanya sambil tersenyum.
" Jangan bercanda ah! Masakan baru satu minggu tidak kesini dikatakan tumben," sahutku bersungut.
"Jangan marah dong. Kalau marah lekas tua lho," katanya lagi. "Yok, masuk. Jangan di luar, ah!"
cerita selanjutnya masih ada lho...-
0 komentar:
Posting Komentar