SEKOLAH TERCINTA
Rini mengantarku sampai ke pagar halaman rumahnya. Rini adalah temanku yang baik. Selain ramah dan baik hati, dia jua pandai. Selain itu, dia pun pernah menggondol juara 1 cerdas cermat sekabupaten. Jadi tanpa kesulitan dia diterima di SMPN II.
Sesampainya dirumah, aku memberitahukan bahwa Rini diterima di SMPN II. "Biarlah. Kau jangan merasa putus asa. Berajarlah yang rajin, kelak kau juga akan seperti dia," kata Ibuku.
Aku tahu maksudmu Ibu. Aku pun mengangguk-angguk saja. Aku pun berlari-lari kecil masuk kekamarku, membalik buku-buku dan majalah-majalah.
Kuambil sebuah majalah, lalu kubaca dengan tenang di kamar. Halaman demi halaman kubaca, lama-lama aku merasa pusing. Sudah terlalu banyak halaman yang kubaca. Akhirnya kuletakkan majalah itu dan aku berbaring di tempat tidurku.
Kembali kukenang SMPN II itu. Ya....ya....aku terlalu ikut-ikutan teman-teman yang bercita-cita untuk masuk ke SMPN II. Teman-teman mau masuk ke SMPN II hanya karena sekolah itu sangat bagus model bangunannya. Bahkan, bertingkat dua, dan diberi taman-taman bunga yang indah indah. Hal tersebut yang membuat sekolah itu dibangga-banggakan setiap siwa-siswi sekolah itu, dan.....saling bersaing dalam soal materi. Misalnya mengenai pakaian dan kendaraan yang serba mesin {tentu motor dong?}.
Hehhhh! Aku mendesah penuh penyesalan. Seandainya aku diterima! Lalu apa yang kau banggakan?Orang tuaku hanya seorang pegawai rendah. Jika pakaianku kurang bagus selalu diejek karena anak-anaknya sombong-sombong.Mentang-mentang anak orang kaya. Mereka selalu menghamburkan uang orangtuanya hanya untuk bersaing-saingan.
"Ah, aku tak menyesal dan tak bersedih hati yang penting aku harus belajar dan meneruskan cita-cita," kata hatiku.
Ah, rupanya aku sudah berkali-kali menguap. Ngantuk sekali. Sebelum tidur, aku memanjatkan doa kepada Yang Mahakuasa.
Semoga aku diberi ketabahan iman dan selalu dijauhkan dari perbuatan-perbuatan tercela.Seusai berdoa aku pun tidur pulas.
-SELESAI-
0 komentar:
Posting Komentar